SURVEY HIDROGRAFI UNTUK MONITORING ALUR PELAYARAN
Alur
pelayaran dan rambu rambunya yang ada sekarang ini perlu dilakukan
pemantauan dan pemeliharaan secara rutin untuk menjaga keselamatan dan
kelancaran kapal yang melakukan pelayaran tersebut. Bahaya terjadinya
kecelakaan pada pelayaran memberikan dampak yang sangat luas, bukan
hanya faktor nyawa manusia di kapal yang bersangkutan namun pada kapal
pengangkut bahan-bahan cair lainnya yang mengalami musibah tenggelam dan
terbawa arus laut, sehingga pengotoran/polusi laut akan menyebar luas
ketempat lain yang jauh dari tempat kejadian. Pemeliharaan alur
pelayaran dapat dilakukan dengan melaksanakan survey hydrografi secara
berkala, Dengan alat GPS serta menggunakan metode differensial real time
kinematik dapat membantu kegiatan survey secara cepat dan tepat di
bandingkan dengan memakai peralatan yang konvensional seperti busur
sextan, theodolite, dan alat bantu lainnya. Penggunaan metode
differensial real time kinematik dapat menentukan posisi kapal secara
teliti dalam waktu yang sangat singkat, sekaligus menentukan arah dan
kecepatan kapal untuk melakukan survey.
Dengan
memakai cara ini dapat mempersingkat pelaksanaan dan pemrosesan data
dengan tingkat akurasi 1-3 meter, untuk pelaksanaan survey kolam
pelabuhan saja dapat diselesaikan dengan waktu kurang lebih 7 hari
sampai 12 hari dengan syarat tidak terjadi gangguan koneksi alat. Karena
metode ini sudah memakai peralatan yang komputerise, sehingga
pemrosesan datanya memiliki waktu yang lebih singkat dari pelaksanaan
surveynya, dengan perbandingan 70:30 (70% untuk pelaksanaan survey dan
30% untuk pemrosesan data). Seiring perkembangan jaman, metode
differensial real time kinematik cukup cepat dan tepat dalam pelaksanaan
survey hydrografi, tetapi untuk ketelitian dapat di tingkatkan dengan
menggunakan metode differensial yang terdapat di GPS. Hasil yang di
dapat untuk penggunaan metode ini memiliki ketelitian 3 – 50cm
tergantung dari pemrosesan data akhirnya.
Alur
pelayaran mempunyai fungsi untuk memberi jalan kepada kapal untuk
memasuki wilayah pelabuhan dengan aman dan mudah dalam memasuki kolam
pelabuhan. Fungsi lain dari alur pelayaran adalah untuk menghilangkan
kesulitan yang akan timbul karena gerakan kapal kearah atas (minimum
ships maneuver activity) dan gangguan alam, maka perlu bagi perencanaan
untuk memperhatikan keadaan alur pelayaran (ship channel) dan mulut
pelabuhan (port entrance). Alur pelayaran harus memperhatikan besar
kapal yang akan dilayani (panjang, lebar, berat, dan kecepatan kapal),
jumlah jalur lalu lintas, bentuk lengkung alur yang berkaitan dengan
besar jari – jari alur tersebut. Karena perbedaan antara perkiraan dan
realisasi sering terjadi, maka penyediaan alur perlu dilakukan untuk
mengantisipasi kehadiran kapal-kapal besar. Suatu penelitian tentang
karakteristik alur perlu di evaluasi terhadap pergerakan trafik yang
ada, pengaruh cuaca, operasi dari kapal nelayan, dan karakteristik alur
tersebut. Dengan semakin meningkatnya perekonomian dunia maka penggunaan
transportasi laut semakin padat, khususnya pada daerah sempit, seperti
selat dan kanal, ataupun daerah yang terkonsentrasi seperti pelabuhan
dan persilangan lintasan lalu lintas pelayaran yang dapat menimbulkan
resiko tinggi untuk terjadinya kecelakaan pelayaran, baik berupa
tabrakan sesama kapal ataupun bahaya pelayaran lainnya seperti bangkai
kapal atau kandas di kedalaman yang dangkal.
Untuk
pemeliharaan alur pelayaran biasanya dilakukan pengerukan secara
berkala, perencanaan pengerukan tersebut memerlukan data-data keadaan
permukaan dasar laut untuk dapat diketahui berapa volume rencana
pengerukan. Survey hydrografi sangat penting peranannya untuk
perencanaan pengerukan tersebut, karena hasil survey tersebut berupa
data-data keadaan permukaan dasar laut yang disajikan berupa peta.
Adapun tahap-tahap pelaksanaan survey hydrografi ini adalah
a. Survey pendahuluan
Tahapan survey pendahuluan akan dimulai dengan melakukan orientasi di lokasi survey yang telah direncanakan serta mengadakan pengamatan terhadap aspek-aspek penting yang berhubungan dengan pelaksanaan survey. Adapun langkah dalam survey pendahuluan yang akan dilakukan sesuai dengan spesifikasi teknis adalah sebagai berikut :
Tahapan survey pendahuluan akan dimulai dengan melakukan orientasi di lokasi survey yang telah direncanakan serta mengadakan pengamatan terhadap aspek-aspek penting yang berhubungan dengan pelaksanaan survey. Adapun langkah dalam survey pendahuluan yang akan dilakukan sesuai dengan spesifikasi teknis adalah sebagai berikut :
- Identifikasi tugu/BM (Benchmark) referensi yang akan dipakai acuan dalam pekerjaan adalah tugu orde 1 atau 2 yang dikeluarkan oleh Bakosurtanal dan BPN.
- Identifikasi lokasi stasiun pasang surut terdekat ke lokasi survey.
- Identifikasi dan pemilihan lokasi-lokasi rencana pemasangan tugu (BM) dan stasiun pasut disekitar lokasi survey.
- Penentuan lokasi awal dimana pengukuran sounding akan dimulai.
- Mengisi formulir survey serta membuat deskripsi informasi pencapaian lokasi titik BM dan stasiun pasut yang ada maupun rencana, serta informasi-informasi lainnya yang dianggap penting.
b. Penyediaan titik kontrol horizontal
Penentuan jaring kontrol horizontal bertujuan untuk menyediakan titik referensi bagi kegiatan pekerjaan selajutnya sehingga berada dalam satu sistem koordinat. Agar sistem koordinat ini terikat pada sistem kerangka dasar nasional maka perlu diikatkan pada titik tetap Bakosurtanal yang telah menggunakan Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN-95) yang ditetapkan tahun 1996 dan merupakan datum yang mengacu pada datum Internasional WGS-84.
Penentuan jaring kontrol horizontal bertujuan untuk menyediakan titik referensi bagi kegiatan pekerjaan selajutnya sehingga berada dalam satu sistem koordinat. Agar sistem koordinat ini terikat pada sistem kerangka dasar nasional maka perlu diikatkan pada titik tetap Bakosurtanal yang telah menggunakan Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN-95) yang ditetapkan tahun 1996 dan merupakan datum yang mengacu pada datum Internasional WGS-84.
c. Pengamatan pasang surut
Fonomena pasang surut laut didefinisikan sebagai gerakan vertikal dari permukaan laut yang terjadi secara periodik. Adanya fonomena pasut berakibat kedalaman suatu titik berubah-ubah setiap waktu. Untuk itu dalam setiap pekerjaan survey hydrografi perlu ditetapkan suatu bidang acuan kedalaman laut yang disebut Muka Surutan/Chart Datum.
Tujuan dari pengamatan pasut ini selain untuk menentukan muka surutan juga untuk menentukan koreksi hasil ukuran kedalaman.
Fonomena pasang surut laut didefinisikan sebagai gerakan vertikal dari permukaan laut yang terjadi secara periodik. Adanya fonomena pasut berakibat kedalaman suatu titik berubah-ubah setiap waktu. Untuk itu dalam setiap pekerjaan survey hydrografi perlu ditetapkan suatu bidang acuan kedalaman laut yang disebut Muka Surutan/Chart Datum.
Tujuan dari pengamatan pasut ini selain untuk menentukan muka surutan juga untuk menentukan koreksi hasil ukuran kedalaman.
Survey Hidrografi
Dari gambar di atas diperoleh hubungan sebagai berikut :
rt= (Tt-Ho+Zo)
rt= (Tt-Ho+Zo)
Dengan :
rt = besarnya reduksi pasut yang diberikan kepada hasil pengukuran kedalaman pada –t
Tt = kedudukan pengukuran laut sebenarnya pada waktu –t
Ho = keadaan permukaan laut rata-rata
Zo = kedalaman muka surutan di bawah MSL
rt = besarnya reduksi pasut yang diberikan kepada hasil pengukuran kedalaman pada –t
Tt = kedudukan pengukuran laut sebenarnya pada waktu –t
Ho = keadaan permukaan laut rata-rata
Zo = kedalaman muka surutan di bawah MSL
d. Penentuan posisi horizontal titik fix menggunakan GPS dengan metode differensial real time kinematik
Pada
teknologi ini satu receiver GPS akan dipasang pada titik kontrol darat
dengan ketelitian tinggi yang terikat dengan titik tetap bakosurtanal
dan akan berfungsi sebagai Referensi_Station sedangkan receiver lainnya
dipasang di kapal survey dan berfungsi sebagai Rover_Station. Pengamatan
absolut posisioning di titik Referensi Station akan menghasilkan
koordinat baru yang berbeda dengan koordinat fix nya. Besarnya perbedaan
nilai ini dinamakan sebagai koreksi differensial dan dihitung untuk
tiap signal satelit. Melalui gelombang UHF data link dalam format
standar RCTM-104 koreksi ini dikirimkan setiap saat dari Referensi
Station ke Rover Station melalui antena defferensial untuk kemudian di
aplikasikan pada tiap signal satelit yang diterima oleh Rover Station.
Dengan cara ini maka secara real time nilai koordinat Rover akan dapat
ditentukan dengan ketelitian yang optimal (cm sd. submeter ) untuk
penentuan posisi pada pekerjaan-pekerjaan hydrografi.
Survey Hidrografi
Sebelum pelaksanaan pengamatan posisi titik fix dimulai terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi:
A. PERSYARATAN KONSTELASI SETELIT GPS :
1. Minimum 4(empat) buah satelit GPS diamati secara bersamaan.
2. Nilai PDOP
< 5 3. Elevation Mask receiver GPS di set 15° B. PERSYARATAN SISTEM
DGPS 1. Mampu melakukan multi hitungan secara paralel 2. Bisa
menanpilkan grafik PDOP dalam Time Series, Parameter Tinggi (H) dan
Nomor Satelit (NSAT) untuk periode 1 jam s/d 24 jam. 3. Bisa menampilkan
pesan/warning terhadap sistem yang digunakan. 4. Data storage di user
dapat dipilih berdasarkan interval waktu. 5. Mempunyai kemampuan untuk
mereplay dan menghitung kembali semua data hasil pengamatan. 6. Data
hasil pengukuran harus disimpan dalam format NMEA yang disyaratkan. Pada
pelaksanaan pengukuran posisi dengan teknik differensial real time
kinematik peralatan yang digunakan adalah: * DGPS * GPS Navigasi * RFM96
Radio Modem Pacific Crest + Antena telemetri * Echosounder digital *
Tranducer * Plat baja untuk Bar check * Laptop * Hypack Software
pengolah data GPS untuk navigasi * Kapal Survey Untuk penyetingan alat
dan data referensi adalah sebagai berikut : 1. Setting alat di stasiun
kontrol darat terdiri dari DGPS + RFM96 Pacific Crest + Antena GPS +
Antena Telemetri . Antena GPS dipasang pada statif dititik kontrol GPS
yang dipakai, sedangkan antena telemetri dipasang di atas menara yang
dibuat cukup tinggi di atas titik kontrol GPS yang dipakai. Setelah
seting alat selesai masukkan nilai posisi titik stasiun kontrol GPS
tersebut. 2. Seting alat di kapal (on board) terdiri dari DGPS + RFM96
Pacific Crest + Antena GPS + Antena Telemetri. 3. Masukan semua
parameter penentuan posisi pada receiver GPS dan komputer, seperti
informasi sbb: * Parameter Datum yang dipakai (jika diinginkan datum
lokal ) * Nilai Datum Shift (jika diinginkan datum lokal ) * Sistem
Proyeksi Peta yang dipakai * Nilai offset antena GPS terhadap Transducer
(forward,starboard) Sistem DGPS di kapal yang telah terintegrasi dengan
komputer akan dijalankan oleh Hypack software guna melakukan navigasi
dan aquisisi data posisi setiap saat dalam sistem user (X,Y) dengan
datum WGS-84.
Posisi
yang dihasilkan ini masih dipengaruhi oleh beberapa kesalahan
sistematik. Melalui koreksi differential (dX,dY) yang dihasilkan oleh
sistem DGPS di stasiun kontrol darat kemudian dihantarkan ke antena
differential di kapal dan dikoreksikan pada data posisi sehingga
diperoleh nilai data posisi yang terkoreksi dan ditampilkan secara real
time pada monitor baik dalam bentuk grafik atau numerik. Dengan cara
demikian maka akhirnya kita dapat menentukan koordinat titik fix dan
juga informasi lainnya seperti jarak offline, jarak yang sudah ditempuh,
jarak keakhir lajur, dll. Survey Hidrografi Sounding adalah penentuan
kedalaman dasar laut yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran kondisi
topografi dasar laut. Alat yang akan digunakan adalah digital
echosunder. Sinkronisasi data kedalaman dan posisi horizontal dilakukan
secara otomatis oleh firmware (software yang berada di dalam alat) .
Pada proses perekaman, data posisi direkam dengan interval setiap dua
detik (Fix Position Record) dan semua data kedalaman direkam dengan
kecepatan 6 ping per detik.
Pemasangan
peralatan sounding dipasang dan dipastikan bahwa peralatan dipasang
pada posisi yang aman dan kuat terhubung dengan kapal (terutama
transducer dan antena). Konstruksi transducer akan dibuat sedemikian
rupa sehingga transducer benar-benar dapat dipasang tegak lurus bidang
permukaan laut. Transducer akan dipasang pada sisi luar di tengah-tengah
bagian buritan dan haluan dengan kedalaman yang sesuai sehingga apabila
kapal bergerak vertikal akibat gelombang, bagian bawah transducer tetap
berada di bawah permukaan air. Setelah transducer dipasang dengan baik
maka selanjutnya dilakukan kalibrasi (bar check). Bar check dilakukan
dengan cara menenggelamkan sebuah plat baja/besi di bawah transducer
dengan menggunakan kabel baja yang diberi tanda setiap lima meter sampai
20 m. Plat baja dengan kedalaman yang sudah ditentukan kemudian menjadi
pembanding bacaan echosunder. Kalibrasi dilakukan dengan cara merubah
kecepatan suara di air sedemikian rupa sehingga bacaan echosounder sama
dengan panjang tali baja. Pengubahan kecepatan dilakukan dengan cara
menginput secara digital melalui keypad echosounder. Kalibrasi akan
dilakukan pada kedalaman yang berbeda-beda dan dilakukan pada saat
sebelum dan sesudah survey. Untuk melakukan kalibrasi/barcheck ini akan
dipilih lokasi/tempat yang permukaan airnya cukup tenang.
Perekaman
data posisi dan kedalaman dilakukan secara otomatis dan simulatan dalam
bentuk digital sehingga terhindar dari kesalahan-kesalahan akibat
sinkronisasi data posisi dan kedalaman secara manual. Setiap satu lajur
ukuran akan disimpan dalam satu file dengan pemberian nama file yang
unik sehingga memudahkan untuk pengecekan, pencarian dan pemrosesan
data. Secara real time profile dasar laut pada lajur suvey tampil pada
display komputer dan apabila dikehendaki dapat langsung dilakukan print
out. Semua kegiatan survey pada tahap pelaksanaan ini terintegrasi dan
dikendalikan oleh software sehingga terhindar dari human error.
Pengolahan data dilakukan setiap hari setelah selesai pengukuran hari
tersebut untuk selanjutnya dianalisa dan apabila ada kesalahan dapat
diantisipasi secara cepat pada hari berikutnya. Pengolahan data terdiri
dari downloading, verifikasi data, dan penggambaran. Proses downloading
dan verifikasi data dilakukan menggunakan software Hypack. Ouput pada
proses downloading adalah data dalam beberapa format NMEA yang
disyaratkan. Data dalam format NMEA tersebut kemudian dengan mudah
diubah menjadi bentuk No., X, Y, Z dan digunakan sebagai input pada
proses penggambaran.
Penggambaran
kontur dilakukan menggunakan sotware LDD (LandDesktopDevelopment). f
.Penentuan garis pantai Penentuan posisi garis pantai adalah penentuan
posisi tanda permukaan air laut tertinggi (High Water Mark) di pantai.
Pada daerah yang cukup terbuka, pengukuran dilakukan menggunakan GPS
dengan metode stop and go dan untuk daerah yang relatif tertutup oleh
tumbuhan (hutan bakau) pengukuran dilakukan menggunakan total station.
Ada 3(tiga) kriteria dalam penetapan garis pantai untuk acuan pengukuran
yaitu : * Untuk daerah pantai yang landai maka garis pantai ditetapkan
sebagai posisi air pada kondisi pasang tertinggi. * Untuk daerah pantai
yang mempunyai hutan bakau garis pantai ditetapkan pada ujung terluar
dari hutan bakau tersebut. * Untuk daerah pantai berbentuk tebing garis
pantai diambil pada garis batas tebing tersebut. Kerapatan pengukuran
untuk garis pantai adalah maksimum 50 m untuk pantai yang relatif lurus
(teratur) dan lebih rapat untuk bentuk garis pantai yang tidak teratur.
Selain posisi, keterangan mengenai kondisi pantai juga merupakan hal
penting yang akan direkam. Pengolahan data dilakukan dengan cara post
processing dan selanjutnya data posisi dan keterangan obyek akan menjadi
input pada proses penggambaran final. g. Pemrosesan data Tahap
pengolahan data merupakan bagian terintegrasi dari rangkaian pekerjaan
survey hydrografi secara keseluruhan dengan tujuan untuk mendapatkan
data kedalaman yang benar. Beberapa koreksi yang harus dilakukan pada
data hasil ukuran kedalaman terjadi akibat kesalahan-kesalahan sebagai
berikut: 1). Kesalahan akibat gerakan kapal (sattlement dan squat) 2).
Kesalahan akibat draft tranduser 3). Kesalahan akibat perubahan
kecepatan gelombang suara, dan 4).
Kesalahan
lainnya yang perlu untuk diperhitungkan. Selain itu angka kedalaman
juga harus diredusir kepada suatu bidang acuan kedalaman yaitu Low Water
Spring (LWS) (tergantung penetapan). Hubungan matematika
koreksi-koreksi di atas dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai
berikut: Do = Du + Dkgs D1 = Do + Dsss D2 = D1 + Dsr Dimana : Du =
bacaan kedalaman yang diperoleh dari pengukuran Do = kedalaman suatu
titik tegak lurus dibawah tranduser D1 = kedalaman suatu titik terhadap
permukaan laut D2 = kedalaman suatu titik terhadap muka surutan Dkgs =
koreksi kecepatan gelombang suara Dsss = koreksi sarat tranduser Dsr =
koreksi surutan h. Koreksi surutan Koreksi surutan diberikan untuk
mereduksi seluruh data ukuran kedalaman kedalam suatu bidang acuan yang
disebut Chart Datum yang mana dalam hal ini didefinisikan sebagai Low
Water Spring (LWS). Besarnya nilai koreksi surutan ini diperoleh dari
hasil analisa pasut seperti dijelaskan di atas. Dengan menggunakan
perangkat lunak Hypack, pemberian koreksi syarat tranduser, sattlement
dan squat serta pengaruh perbedaan kecepatan gelombang suara secara
otomatis dikerjakan pada waktu pelaksanaan pengukuran di lapangan,
sehingga data ukuran yang diperoleh sudah terbebas dari pengaruh
kesalahan-kesalahan tersebut. Jadi pada tahap pemrosesan, data-data yang
diperoleh tinggal direduksi ke bidang acuan kedalaman/chart datum.
Setelah data hasil ukuran kedalaman dikoreksi kemudian data-data
tersebut yaitu data posisi dan waktu akan disimpan kedalam format ASCII
dengan format : Bujur, Lintang, Kedalaman(m) dan Waktu. i.
Penyajian
data Setelah semua data lapangan selesai diolah dan sudah dalam bentuk
digital dengan format B,L,H,T (bujur, lintang, kedalaman, waktu)
kemudian di eksport ke dalam format drawing menggunakan LDD. Data gambar
pertama yang akan tempil adalah berupa point, deskripsi, elevasi dan
no.point yang tersimpan dalam layer berbeda. Kemudian dengan menggunakan
fasilitas-fasilitas yang ada dalam software tersebut kita akan
melakukan filtering, surfacing, conturing dan interpolasi. Produk akhir
dari prosesing ini akan diperoleh peta bathimetri digital dalam format
DWG/DXF yang kemudian akan dicetak dengan skala yang diinginkan.
Unsur-unsur yang akan disajikan pada peta batimetri tersebut meliputi : *
Angka kedalaman dengan kerapatan 1 cm pada skala peta * Kontur
kedalaman * Garis pantai dan sungai * Tanda atau sarana navigasi *
Informasi dasar laut, dll Sistem proyeksi yang dipakai pada pembuatan
peta batimetri ini menggunakan sistem Transver Mercator (TM) dengan
datum WGS 84, sedangkan sistem koordinat grid yang akan dipakai adalah
UTM (Easting, Norting, Kedalaman) maupun Geodetik (Lintang, Bujur,
Kedalaman). REFERENSI: UNB, 1988 : Hydrographic Surveying, Lecture Note,
Departement of Surveying Engineering, University of New Brunswick,
Fredericton. Marble, D.F, Calkins, H.W, Peuquet, D.J. 1984. Basic
Reading In Geographic Information System. SPAD System, Ltd.
Sumber: Pelayaran.net