Cerita ini merupakan catatan hidup
seorang pemuda tentang kisahnya menghadapi celaan dan godaan ketika
menimba ilmu agama. Makin mulia suatu amalan maka makin besar pula
tantangan dan rintangannya. Menuntut ilmu syar’i atau belajar agama
tentu merupakan amalan yang mulia dan agung kedudukannya, maka demikian
pula tantangan dan rintangannya banyak dan besar pula. berikut kisahnya:
Ketika saya memutuskan untuk
belajar di pondok Pesantren seusai lulus SMU, sejumlah rintangan saya
hadapi. Rasanya kata-kata “panas dan tajam” sudah akrab di telinga saya:
“Paling juga nanti jadi beban keluarga!”
“Mondok di Pesantren, nanti mau kerja dimana?”
“Ingat dong masa depan kamu!”
Kata-kata tersebut saya dengar
baik dari orang lain maupun dari orang-orang dekat [baca: keluarga dan
karib kerabat]. Intinya bisa disimpulkan dari perkataan-perkataan
tersebut bahwa orang yang belajar di pondok Pesantren atau orang yang
fokus belajar agama adalah orang yang tidak memiliki masa depan yang
cerah, identik dengan kemiskinan atau dengan kata lain termasuk generasi
madesu (masa depan suram).
Awalnya perkataan-perkataan itu
mempengaruhi saya, apalagi syaithan turut pula membisikan dan
menggambarkan suramnya masa depan orang yang fokus belajar agama. Tapi
Alhamdulillah dengan izin Allah, semua perkataan itu tidak menghalangi
saya untuk meneruskan tekad saya untuk belajar di pondok Pesantren walau
dengan sedikit kegalauan dan kecemasan di hati, karena saya yakin bahwa
rezeki di tangan Allah dan Dialah yang mengatur semua rezeki makhluk
dan Dia pasti menolong hamba-Nya yang berusaha mempelajari agama-Nya dan
mendakwahkannya.
Tibalah saya di dunia Pesantren,
dunia ilmu syari. Di sana saya bertemu dengan orang-orang dari berbagai
suku dan berbagai karakter, merekalah yang menjadi teman saya berbagi
suka dan duka bersama mengarungi dunia Pesantren dengan berbagai
lika-likunya. Ketika saya menceritakan kepada mereka tentang tantangan
yang saya dapati sebelum masuk Pesantren, ternyata mereka juga merasakan
apa yang saya rasakan, alhamdulillah ternyata saya tidak sendirian,
saya menjadi terhibur.
Kemudian setelah beberapa tahun
di Pesantren, Allah memberikan saya kesempatan untuk belajar di sebuah
universitas islam di Jakarta. Di sana saya belajar bahasa Arab dan ilmu
Syariah, Alhamdulillah sampai saat ini semuanya lancar, kemudahan demi
kemudahan saya dapatkan. Memang Allah selalu menolong dan memberi
kemudahan bagi hamba-hamba-Nya yang ingin menjalankan ketaatan
kepada-Nya, diantaranya yang ingin mempelajari agama-Nya ini.
Tapi setelah beberapa waktu
mengarungi dunia ilmu syari ini, timbul lagi bisikan-bisikan syaithan
untuk membuat saya ragu dan goyah dengan pendirian saya selama ini.
Sebenarnya bisikan-bisikannya sudah usang, sama seperti bisikannya yang
dulu, hanya saja sekarang syaithan melengkapi bisikannya dengan data dan
“fakta yang meyakinkan”. Ia membisikan:
“Untuk apa kamu terus belajar agama? Nanti makin susah hidup kamu!”
“Coba kamu pikir dulu sebelum melangkah lebih jauh! “
“Lihat teman kamu yang bersama
kamu dulu di pondok, bagaimana keadaannya sekarang? Setelah menjadi
ustadz ia malah kerepotan menghidupi keluarganya!”
“Dan coba kamu lihat yang lain
lagi, contoh ustadznya fulan, bagaimana hidupnya sekarang? Sudah anaknya
bertambah dan istrinya sakit-sakitan, eh sekarang dikejar-kejar tagihan
kontrakan rumah!”
“Kamu mau seperti mereka?!”
“Coba kalau kamu lihat Si A,
teman SMU kamu dulu. Dia tidak belajar agama, bagaimana hidupnya
sekarang? Dia sudah bekerja di sebuah perusahaan, sekarang dia sudah
memiliki motor sendiri, enak bisa pergi kemana-mana bukan?”
“Coba lihat lagi teman SMU kamu
dulu, contohnya Si B, dia sudah menjadi PNS, walaupun gajinya kecil tapi
di masa tuanya mendapatkan tunjangan pensiun, enak dan lebih aman
bukan?”
“Mereka itu bisa begitu karena tidak belajar agama!”
“Coba seandainya kamu dulu tidak belajar agama, tentu sudah seperti mereka!”
“Nah, kamu sekarang terus belajar agama, kamu pasti akan miskin, sengsara, menderita!”
Tidak, kamu dusta! Kulawan syaithan itu.
Apakah benar belajar agama menyebabkan kemiskinan dan kesengsaraan?!
Lantas
bagaimana dengan firman-Nya: “Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu (syar’i)
beberapa derajat. ” (QS. Al-Mujadalah [58] : 11) ?!
Bagaimana pula dengan dua orang
bersaudara di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, yang satu
menuntut ilmu kepada Nabi sedangkan yang lainnya bekerja, maka orang
yang bekerja ini mengadukan kepada beliau tentang saudaranya yang tidak
bekerja akan tetapi belajar kepada beliau, maka apa kata beliau? Beliau
berkata kepada orang yang mengadukan saudaranya ini, “Bisa jadi kamu
akan mendapat rezeki disebabkan saudaramu (yang belajar) ini.”
(HR.Tirmidzi), maka bagaimana jawabanmu terhadap hadits ini?!
Dan bagaimana pula dengan ucapan
Imam Asy-Syafi’i, “Siapa yang menginginkan Dunia, maka hendaknya ia
menuntut ilmu (syar’i) dan siapa yang menginginkan Akhirat maka
hendaknya ia menuntut ilmu (syari).” Apa jawabanmu terhadap perkataan
imam ini?!
Masih banyak lagi ayat, hadits dan ucapan ulama yang membantahmu, wahai syaithan!
Adapun data dan “fakta” yang
kamu sebutkan tadi, yaitu orang-orang yang “sengsara” setelah
mempelajari agama, maka aku tanya kepadamu, apakah kamu mengetahui
perasaan yang mereka sembunyikan? Apakah kamu mengetahui isi hati
mereka? Kalau kamu jawab: "Ya, maka kamu telah berdusta!" Karena itu
perkara ghaib (tersembunyi) dan kamu tak mengetahui perkara ghaib.
Bisa jadi fisik mereka “miskin
dan sengsara” tapi hati mereka kaya dan bahagia! Berapa banyak
orang-orang shaleh, badan mereka terbelenggu di penjara, tapi hati
mereka di Surga! Bukankah kamu telah mendengar ucapan Nabi saw kami:
“Bukanlah kekayaan (yang sebenarnya) karena banyaknya harta akan tetapi
kekayaan (yang sebenarnya) adalah kekayaan jiwa.” (HR. Bukhari dan
Muslim) ?!
Maka apa jawabanmu? Kamu pasti
tidak bisa menjawabnya dan tak akan bisa menjawabnya, kalau begitu,
pergilah kamu dengan omong kosongmu!
Tambahan... cerita
tersebut berlaku bagi mereka yang zuhud didalam hidupnya, yang tidak
mementingkan harta dunia namun lebih mementingkan akhirat, bagi muslim
yang belajar agama dan bertambahnya kekayaan dunia juga banyak sekali,
sebut saja pengusaha-pengusaha muslim sukses di dunia, sudah banyak
sekali yang saya rasa tidak perlu diceritakan lagi kisah hidupnya